el-Insyaet Online - Politik sama artinya dengan memainkan peranan yang mempunyai pengaruh signifikan dalam kehidupan manusia. Tidak berlebihan jika ada pendapat yang menyatakan bahwa sebagian besar kehidupan manusia diatur dan ditentukan oleh politik. Tentu saja hal ini tak lepas dari konsekuensi logis eksistensi manusia sebagai zoon politicon. Berdasarkan asumsi itulah ideologi mengenai Politik mencuat di berbagai ranah, formal maupun non formal. Seperti dibahas lebih dalam pada “Lensa Politik Pelajar” (el-insyaet, Edisi XLV)
LATAR BELAKANG DEMOKRASI?
Tidak bisa dipungkiri, bahwa hadirnya suatu politisi, partai politik (parpol) itu bergagas dari seorang pemimpin (Leader), karena mustaq minhu sebuah organisasi yang selanjutnyaa menghasilkan genre politik pasti mencuat dari organisasi yang dipimpin atau diketuai. Saya berpendapat, jika organisasi yang baik dan bagus adalah organisasi yang dipimpin atau diketuai oleh ‘manusia’ yang baik dan bagus pula. Ingat! ‘daun jatuh, tak jauh dari pohonya’ dengan dalih demikian, munculah sebuah organisasi yang mempunyai kesatuan dan bergejolak meng-aborsi kasta dan meng-anak kan demokrasi yang sesungguhnya.
Saya mengkutip karya Cak Nun dalam bukunya; Demokrasi La Roiba Fih (Kompas, 2009) bahwa; ada sebagian rakyat yang mencari watak pemimpinya dengan cara mengidentifikasi mereka dengan para pemimpin lama; Majapahit, Khalifah Empat, para Rasul dan Nabi, atau mengambil simbolisme dari dunia perwayangan dengan menyebut tokoh macam-macam: Bima, Arjuna, Gareng, Bagong, Limbuk, raksasa Kumbokarno, dsb. Kesemuanya adalah figur yang baik. Bima jujur dan gagah perkasa. Arjuna sakti pendiam, Gareng filosof guru bangsa, limbuk pengabdi yang setia namun kritis, kumbokarno raksasa besar pencinta dan pembela tanah air.
Ada pula yang melaui Joyoboyo, Syekh Ali Syams Zen hingga ronggo warsito: pemimpin mesti dihitung berdasarkan parameter : Satrio Pinandhirto Sinisihan Wahyu. Yang mana pemimpin sejati muncul dengan tiga syarat berkualitas tinggi. Ia harus satrio: cakap, ulet, pejuang, prigel, profesional, menguasai multimasalah, manajer pembangunan dan panglima solusi. Tetapi, juga harus lebih tinggi daripada itu: Pinandhito, tak terpesona oleh harta dan kedudukan, filosofi hidupnya matang dan mendalam, punya wisdom, arif dan adil dalam kehidupan ‘nyata’, spiritually grounded, kaliber “Begawar” atau “Panembahan”. Itu saja belum cukup. Ia harus Sinisihan Wahyu. Harus tampak indikator bahwasanya Tuhan ikut andil dalam kepemimpinanya. Aslinya, Menjadi pemimpin itu gampang-gampang susah, tapi jika kita mau belajar dan menjadikanya sebuah hiburan, maka tiada hal yang sulit, semuanya akan terasa mudah (Ustd. Suwanto S.Pd, pendidik MA NU TBS Kudus)
Berangkat dari uraian diatas, kita dapat menyimpulkan beberapa simpulan yang kita serap Natijah ataupun Intisarinya, kita bisa mengambil beberapa hal penting; bahwasanya menjadi pemimpin itu bukan sekedar menghias topeng. Tapi menjadi pemimpin adalah panggilan jiwa, tidak sembarang orang berkecimpung dalam ke-pemimpin-an dan bukan orang sembarangan yang bisa memposisikan diri berpredikat Good Leader. Semua itu perlu bukti, jangan banyak bicara dan banyaklah bergerak (Talk Less Do More)
INDONESIA = GUDANG PEMIMPIN
Belakangan ini, orang memihak: benar bahwasanya pemerintah tidak becus dalam mengurusi negara. Coba kita kaji disini, tidak tahukan masyarakat jika mereka-mereka penghuni kursi DPRD adalah saingan dari beberapa ribuan nama-nama pemimpin di indonesia. Mereka adalah saringan dari pelbagai saringan yang di saring. Ibaratnya, mereka itu sudah daqoiq. Sudah tidak bisa diuraikan lagi atau mentok-mentoknya pemimpin yang ‘dianggap’ paling ‘pemimpin’. Jadi menurut saya, jika ‘mungkin’ mereka tidur didalam ruang sidang, mereka hanya kecapekan setelah sekian rumit mengurai pelbagai masalah. Itu wajar, hanya ketika mereka (para pemimpin) tidur saja kita melihatnya, masyarakat tidak melihat sisi positifnya. Mungkin argumenter ini bisa di buktikan langsung ketika anda sudah mengambah diri menjadi seorang pemimpin, setidaknya kepala rumah tangga.
Dalam pemilu 2009, tergambar jelas bahwa lebih dari 40 partai politik bersaing untuk mendapatkan kursi, sudah jelas jika Indonesia ini bergelimang stok para pemimpin-pemimpi bangsa. Mereka tak hanya layak tanding, tetapi unggul secara fenomenologis dan futurulogisnya. Kita lihat Obama, secara imajenatif, ada hubungan metodologi mengenai kepresidenan Obama dengan tinggalnya di menteng, Jakarta. Jelas jika anak-anak muda indonesia untuk mencapai puncak kepemimpinan Negara tidak harus menempuh wajib belajar 9 tahun. Obama –si penggemar teks Pancasila- membutuhkanya (pendidikan di Indonesia) sebelum menjadi presiden kulit hitam not too black pertama di negeri adikuasa elang macanya jagad raya. Indonesia pernah melahirkan Bandung Bondowoso, yang sanaggup membangun candi dalam semalam. Kaum muda Bandung Bondowoso bisa saja secara instan membenahi Indonesia dalam waktu singkat. Bahkan Bung Karno, yang tak perlu berpredikat Sarjana luar negeri, mampu menggagas proklamasi dan membirit penjajahan di Indonesia. Yang jelas, kita harus yakin dan mendukung, bahwa 2014 kedepan akan lebih agung karena kita mempunyai stok-stok pemimpin yang tiada terkira, dimanapun, dari suku dan ras manapun. Lebih baik abstain dan membesarkan hati pemimpin, dari pada terus-terusan ‘menjajah’ negara sendiri dengan pola-pola rasis dan anarkis.
LATAR BELAKANG DEMOKRASI?
Tidak bisa dipungkiri, bahwa hadirnya suatu politisi, partai politik (parpol) itu bergagas dari seorang pemimpin (Leader), karena mustaq minhu sebuah organisasi yang selanjutnyaa menghasilkan genre politik pasti mencuat dari organisasi yang dipimpin atau diketuai. Saya berpendapat, jika organisasi yang baik dan bagus adalah organisasi yang dipimpin atau diketuai oleh ‘manusia’ yang baik dan bagus pula. Ingat! ‘daun jatuh, tak jauh dari pohonya’ dengan dalih demikian, munculah sebuah organisasi yang mempunyai kesatuan dan bergejolak meng-aborsi kasta dan meng-anak kan demokrasi yang sesungguhnya.
Saya mengkutip karya Cak Nun dalam bukunya; Demokrasi La Roiba Fih (Kompas, 2009) bahwa; ada sebagian rakyat yang mencari watak pemimpinya dengan cara mengidentifikasi mereka dengan para pemimpin lama; Majapahit, Khalifah Empat, para Rasul dan Nabi, atau mengambil simbolisme dari dunia perwayangan dengan menyebut tokoh macam-macam: Bima, Arjuna, Gareng, Bagong, Limbuk, raksasa Kumbokarno, dsb. Kesemuanya adalah figur yang baik. Bima jujur dan gagah perkasa. Arjuna sakti pendiam, Gareng filosof guru bangsa, limbuk pengabdi yang setia namun kritis, kumbokarno raksasa besar pencinta dan pembela tanah air.
Ada pula yang melaui Joyoboyo, Syekh Ali Syams Zen hingga ronggo warsito: pemimpin mesti dihitung berdasarkan parameter : Satrio Pinandhirto Sinisihan Wahyu. Yang mana pemimpin sejati muncul dengan tiga syarat berkualitas tinggi. Ia harus satrio: cakap, ulet, pejuang, prigel, profesional, menguasai multimasalah, manajer pembangunan dan panglima solusi. Tetapi, juga harus lebih tinggi daripada itu: Pinandhito, tak terpesona oleh harta dan kedudukan, filosofi hidupnya matang dan mendalam, punya wisdom, arif dan adil dalam kehidupan ‘nyata’, spiritually grounded, kaliber “Begawar” atau “Panembahan”. Itu saja belum cukup. Ia harus Sinisihan Wahyu. Harus tampak indikator bahwasanya Tuhan ikut andil dalam kepemimpinanya. Aslinya, Menjadi pemimpin itu gampang-gampang susah, tapi jika kita mau belajar dan menjadikanya sebuah hiburan, maka tiada hal yang sulit, semuanya akan terasa mudah (Ustd. Suwanto S.Pd, pendidik MA NU TBS Kudus)
Berangkat dari uraian diatas, kita dapat menyimpulkan beberapa simpulan yang kita serap Natijah ataupun Intisarinya, kita bisa mengambil beberapa hal penting; bahwasanya menjadi pemimpin itu bukan sekedar menghias topeng. Tapi menjadi pemimpin adalah panggilan jiwa, tidak sembarang orang berkecimpung dalam ke-pemimpin-an dan bukan orang sembarangan yang bisa memposisikan diri berpredikat Good Leader. Semua itu perlu bukti, jangan banyak bicara dan banyaklah bergerak (Talk Less Do More)
INDONESIA = GUDANG PEMIMPIN
Belakangan ini, orang memihak: benar bahwasanya pemerintah tidak becus dalam mengurusi negara. Coba kita kaji disini, tidak tahukan masyarakat jika mereka-mereka penghuni kursi DPRD adalah saingan dari beberapa ribuan nama-nama pemimpin di indonesia. Mereka adalah saringan dari pelbagai saringan yang di saring. Ibaratnya, mereka itu sudah daqoiq. Sudah tidak bisa diuraikan lagi atau mentok-mentoknya pemimpin yang ‘dianggap’ paling ‘pemimpin’. Jadi menurut saya, jika ‘mungkin’ mereka tidur didalam ruang sidang, mereka hanya kecapekan setelah sekian rumit mengurai pelbagai masalah. Itu wajar, hanya ketika mereka (para pemimpin) tidur saja kita melihatnya, masyarakat tidak melihat sisi positifnya. Mungkin argumenter ini bisa di buktikan langsung ketika anda sudah mengambah diri menjadi seorang pemimpin, setidaknya kepala rumah tangga.
Dalam pemilu 2009, tergambar jelas bahwa lebih dari 40 partai politik bersaing untuk mendapatkan kursi, sudah jelas jika Indonesia ini bergelimang stok para pemimpin-pemimpi bangsa. Mereka tak hanya layak tanding, tetapi unggul secara fenomenologis dan futurulogisnya. Kita lihat Obama, secara imajenatif, ada hubungan metodologi mengenai kepresidenan Obama dengan tinggalnya di menteng, Jakarta. Jelas jika anak-anak muda indonesia untuk mencapai puncak kepemimpinan Negara tidak harus menempuh wajib belajar 9 tahun. Obama –si penggemar teks Pancasila- membutuhkanya (pendidikan di Indonesia) sebelum menjadi presiden kulit hitam not too black pertama di negeri adikuasa elang macanya jagad raya. Indonesia pernah melahirkan Bandung Bondowoso, yang sanaggup membangun candi dalam semalam. Kaum muda Bandung Bondowoso bisa saja secara instan membenahi Indonesia dalam waktu singkat. Bahkan Bung Karno, yang tak perlu berpredikat Sarjana luar negeri, mampu menggagas proklamasi dan membirit penjajahan di Indonesia. Yang jelas, kita harus yakin dan mendukung, bahwa 2014 kedepan akan lebih agung karena kita mempunyai stok-stok pemimpin yang tiada terkira, dimanapun, dari suku dan ras manapun. Lebih baik abstain dan membesarkan hati pemimpin, dari pada terus-terusan ‘menjajah’ negara sendiri dengan pola-pola rasis dan anarkis.
+ komentar + 1 komentar
mantap artikelnya. thank's.
www.kiostiket.com
Posting Komentar