el-Insyaet Online - Gemericik tetesan hujan terus membasahi sepanjang
jalan kota semarang. Sunyi dan sepi menyelimuti gemerlapnya kota penuh akan
sejarah itu. Udara yang sangat dingin begitu menusuk tulang, meskipun rizal dan
ulya berada di dalam mobil. Dengan honda city milik rizal, mereka menjenguk
syifa yang tengah sakit di RSI Sultan Agung terboyo.
“syifa,,..”. suara lembut itu tak asing terdengar
di telinga syifa. Ya, suara lembut itu berasal dari pita suara seorang wanita
yang telah melahirkan dan merawatnya, yaitu tante feli. “syifa, bangun... itu
ada rizal dan ulya”. Sedikit demi sedikit kedua mata syifa mulai terbuka.
Senyum manis syifa tampak ketika melihat rizal berdiri di sampingnya. Senyuman
itu seolah memberikan isyarat akan kesembuhannya. Tapi secara ilmu kedokteran,
mustahil bagi syifa terlepas dari penyakit yang dideritanya sejak ia berumur 7
tahun. Air mata syifa matanya yang sangat indah dan gemilang. Air mata yang
jernih diiringi dengan senyuman manis. “zal, maafkan aku, hidup aku tak lama
lagi, kumohon lupakan aku dan bahagialah kamu dengan ulya”. Suara yang pelan
tertutupi oleh alat bantu oksigen yang berada di wajah bagian bawahnya. “kau
akan sembuh syifa...”. belum pernah syifa melihat rizal sesedih itu. Sebuah
rangkaian kata yang menggetarkan hati ulya dan tante feli.
Satu minggu sudah syifa terbaring di RSI Sultan
Agung Semarang. Akan tetapi, belum ada penurunan sedikitpun atas penyakit yang
dideritanya. Mengingat hal itu, tante feli berencana akan membawa syifa ke
sebuah rumah sakit internasional di Singapura, untuk menjalani operasi di sana.
Sebuah pesawat kecil menunggu syifa di bandara
Ahmad Yani Semarang. Rizal dan
ulya ikut mengantar syifa sampai bandara. “cepat sembih ya...”. air
mata rizal menetes ketika dia mencium kening syifa yang terbaring di sebuah
kasur jalan. Syifa tersenyum, senyuman itu seakan menutupi kepucatan hatinya.
KESEDIHAN
Dua minggu sudah kepergian syifa ke singapura.
=>woo-woo aaku, hanya ingin kau tau besarnya cintaku, tingginya hayalku
bersamamu<= sebuah alunan musik milik repvblik yang tengah populer di saat
itu berdering di handphone rizal. Sebuah mesagge dari tante feli telah terkirim
pada handphone rizal. Tangan rizal bergetar membaca mesagge itu. “piyyaaar”
suara hantaman handphone yang mengenai kaca jendela rumah rizal begitu keras.
“syiiiifaaaaa!!!!” teriakan rizal begitu jelas menampakkan kesedihannya ketika
dia mendapat kabar bahwa syifa telah menghembuskan nafas terakhirnya di negeri
ikan berkepala singa itu.
SEBUAH PESAN
Satu bulan sudah kepergian syifa ke rahmatullah.
Sedih yang sangat mendalam tak kunjung reda di benak hati rizal. Malam itu,
malam yang sunyi, ulya tengah terbaring nyenyak dibawa lelapnya sebuah mimpi.
“tok,tok,tok” suara ketukan pintu itu terdengar dari pintu kamar ulya. Ulya
terbangun dari lelapnya. Ulya pun berjalan dengan mata sayup. Suara pintu itu
terus berbunyi. “ulya...” sedikit demi sedikit pintu kamar ulya terbuka. “Ya
Allah, syifa????”. Respon ulya tengah menatap syifa berpakaian serba putih
tepat di hadapannya. “ulya, tolong bahagiakan rizal...” air mata ulya menetes
melihat syifa yang tersenyum padanya. “Allahu Akbar....”. teriak ulya saat terbangun dari mimpinya. Dia menengok pada
sebuah jam dinding di kamarnya. Tepat menunjuk pukul 3 pagi.
KEBAHAGIAAN
Di pagi yang cerah, disebuah universitas ternama di
Semarang. Ulya membawa buku-buku ilmu kedokteran. Dia berjalan menyusuri taman
kampus. “ulya,,!!” suara rizal sambil mempercepat langkahnya. “ntar sepulang
kuliah kita nonton yuk..”. ucap rizal. “emm,, boleh..”. balas ulya.
Honda city yang tengah dikendarai rizal melesat
diatas jalanan yang sangat panas. Fatamorgana terlihat begitu jelas di depan
mata. Tepat pukul 2 siang mereka sampai pada sebuah mall di pandanaran kota
Semarang. “ulya, maukah kamu menjadi surya yang kedua, sebagai pengganti
syifa...?”. rizal berkata sambil memandang wajah ulya dengan pandangan penuh
harapan. “apakah ini arti dari semua mimpi tadi malam?”. Batin ulya dalam hati.
“Ulya, jawab aku...” ulang Rizal menguatkan perkataannya. Ulya tersenyum dan
memangguk-manggukkan kepala. Seolah mendapatkan berlian didasar laut. Rizal
mendapatkan kebahagiaan yang membuat dia bisa melupakan syifa.
MENUJU KEJENJANG SELANJUTNYA
3 bulan berlalu, sebuah masa yang sangat indah
untuk rizal dan ulya. Memang, belum cukup lama mereka saling mencintai, tapi
tidak ada salahnya mereka melanjutkan kejenjang pernikahan. Tepat jam 8 malam
acara peminangan itu terjadi di rumah ulya.
Sebuah acara yang membahagiakan untuk sepasang rizal dan ulya.
KESEDIHAN YANG TERULANG
Pernikahan rizal dan ulya kurang dua minggu lagi.
Pagi yang amat panas, rizal dan ulya berangkat ke ungaran untuk memesan gaun
penganti. Mobil rizal melsat kencang pada kecepatan 95 kw/h di jalan tol. Di
sebuah pertigaan jalan terdapat truck yang tengah mogok di kiri jalan.
“twiiiiiin.... braaaakkkkkcttt.....” kecelakaanpun tidak bisa terhindari.
Rizal mulai membuka matanya. Terlihat disana tante
desy dan paman ilyas. Mereka adalah orang tua rizal. “ulya,,, ulya mana??”.
Sementara rizal mengingat calon istrinya. Air mata yang tumpah mulai mengguyur
wajah tante desy. Hal ini membuat rizal semakin di hantui kebingungan. “ma!!
Jawab!!”. Rizal melampiaskan penasarannya pada tante desy. “ulya telah tiada
nak...” rizal sangat terpukul atas jawaban ibunya. Air mata terus bercucuran
pada pipi rizal. Dia hanya bisa meratapi kesedihan itu dan harus menerima apa
yang dia alami.
Mahrus Hasan
Posting Komentar