el-Insyaet Online - Tidak pas rasanya jika sekarang ini kita tidak memberikan perhatian penuh terhadap nilai-nilai dan perkembangan kebudayaan jawa. Karena nilai-nilai dan kebudayaan jawa yang seharusnya kita angkat, justru mulai luntur dalam derasnya arus globalisasi. Terlebih nilai-nilai yang terkandung dalam akulturasi kebudayaan Jawa dan Islam. Moralitas tinggi ada pada kombinasi dua kultur tersebut.
Sebut saja dengan istilah "wong jowo ora jawani". Terlahir sebagai orang jawa, tetapi kebanyakan orang Jawa tidak tahu kebudayaan Jawa dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Bahkan ada sebagian orang yang merasa malu dengan pakaian yang sedang mereka kenakan, dalam artian mereka malu dan tidak mau mempelajari atau bahkan menerapkan kebudayaan jawa tersebut. Hingga mereka mencoba untuk memakai dan mengadopsi kebudayaan dari luar, yang belum tentu cocok dengan kaidah islam atau ideologi yang berlaku di jawa. Banyak orang yang mulai berbangga jika mereka telah berhasil menyandang gelar westernis di mata orang lain. Padahal budaya jawa lebih pantas untuk dibanggakan dan dipertahankan. Karena terdapat moralitas tinggi di dalam kebudayaan jawa tersebut.
Melemahnya minat orang-orang untuk mempelajari bahasa atau sastra jawa mungkin juga menjadi salah satu tanda bahwa kebudayaan jawa mulai luntur. Orang jawa (terlebih pemuda) lebih suka menikmati lagu barat dengan genre yang keras itu, dibanding dengan menikmati lantunan tembang macapat yang lemah lembut indah nan harmoni. Bersamaan dengan fenomena tersebut, orang orang tersebut lebih suka untuk menjalankan kebudayaan asing. Bagaimana orang asing mudah berkata kotor, bagaimana orang asing mulai kehilangan rasa toleransi, bagaimana Unggah-ungguh yang ada mulai memblur, dan lain sebagainya. dengan kata lain, moralitas masyarakat jawa mulai menurun.
Sastra jawa mungkin dapat menjadi sarana untuk mengedukasi masyarakat jawa tentang pentingnya budaya jawa, dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Tetapi tidak dapat dipungkiri, masyarakat jawa (terutama generasinya) merasa risih terhadap sastra jawa. Sastra jawa terlihat kuno di mata mereka. Itulah mengapa, perlu bagi kita untuk merefresh atau menginovasi sastra jawa. Seperti halnya pertunjukkan wayang. Mengapa kita tidak mencoba untuk mengemas cerita wayang dalam bentuk film animasi? Mengapa kita tidak mencoba mebuat icon kartun berupa wayang, sehingga menjadi tokoh kartun favorit anak-anak? Mengapa kita tidak mencoba membuat lagu pop dengan sedikit campuran alat musik gamelan? Jika memang kita tidak dapat memaksakan orang lain untuk suka terhadap sastra jawa yang asli, kita dapat melakukan pembaruan seperti hal diatas, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Jika saja pembaruan terhadap sastra itu berhasil dan mendapatkan respon positif dari masyarakat, kita dapat menanamkan nilai-nilai kebudayaan jawa melalui pertunjukkan wayang modern itu. Melalui film animasi wayang, kita dapat menyodorkan cerita-cerita yang memiliki pesan moral. Semisal cerita yang bertemakan manunggaling kawulo (Tauhid). Dalam cerita tersebut dapat dikisahkan proses seseorang yang melakukan penyatuan dengan gerak dinamis kreatifnya menuju Yang Maha Agung. Atau cerita mengenai ukhuwah (persaudaraan), ijtihad (berpikir strategis) dan lain sebagainya.
Poin penting dalam pemaparan di atas adalah, bahwa tidak hanya mebutuhkan penerapan akulturasi budaya jawa dan Islam dalam mengmbangkan moralitas, tatapi juga perlu adanya pembaruan dan pemanfaatan teknologi untuk mencapai tujuan tersebut.
Oleh : Muhammad Kholilur Rohman , Pelajar Kelas XI Bahasa 1 MA NU TBS Kudus
Posting Komentar