Selamat datang di el-Insyaet Online

Mendialogkan Agama Dan Tradisi Jawa

Minggu, 06 Mei 20120 komentar

el-Insyaet Online - Di kalangan masyarakat jawa, kata tradisi menjadi elemen penting dalam keseharian. Tradisi-tradisi Agama yang kemudian diadopsi dalam keseharian dan melekat dalam tradisi masyarakat Jawa tentu tidak mudah luntur dalam ritual-ritual agamis yang sering masyarakat lakukan. Kita sebagai kaum terpelajar, tentu mempunyai langkah ambisius agar tidak terjadi kesalah fahaman pada masyarakat dalam menggunakan tradisi-tradisi jawa dalam kegiatan keagamaan kita.

Kita tahu Sekaten, Buka Luwur, Grebeg Besar, nyadran (peringatan semacam khaul.red), Mitoni, Kenthongan, bedug dan sebagainya adalah seperkian kecil dari adat jawa yang mengental dalam agama kita. Terkadang kita masih canggung mendiskripsikan arti tradisi atau budaya yang notabenenya adalah kita yang berperan dan menjalaninya.

Nah, pada kesempatan kali ini, Redaksi 9 Bulettin el_Insyaet Edisi XLV mencoba mencari solusi atas kegelisahan redaksi kepada Bapak Waluyo, Staf Pengajar Bahasa Jawa MTs NU TBS Kudus. Check This Out!

1. Menurut Bapak, bagaimana keterkaitan tradisi jawa dengan agama kita?

Perlu diketahui bahwa perbedaan Tradisi dengan Budaya itu sangatlah tipis. Pandangan saya mengenai Budaya itu sendiri adalah semata-mata hasil karya, cipta dan karsa manusia. Sedangkan Tradisi itu alurnya lebih sakral, baik merujuk kepada Agama atau langsung Allah ataupun kepada nenek moyang, inilah yang masyarakat Jawa menggunakannya. Karena Jawa tidak semata-mata budaya, melainkan juga tradisi. Di samping itu, Tradisi banyak mengandung unsur budaya namun budaya belum tentu mengandung unsur tradisi. Nah, dalam konteks keterkaitan tradisi jawa dengan agama perlu ditekankan bahwa Agama tidak boleh di Budaya-kan dan Budaya juga tidak boleh di Agama-kan. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam ber-Agama, ataupun ber-Budaya.

2. Atas dasar apakah masyarakat menggunakan tradisi Jawa ke dalam agama Islam?

Merujuk sejarah peradaban hindu-budha ke dalam Islam. Maka di catatkan ketika masa-masa peradaban, Islam datang dengan mewarnai budaya yang ada. Boleh dikatakan ketika Islam datang tradisi yang ada ini diwarnai dengan Islam dalam bentuk pelaksanaan. Dengan metode akulturasi itulah Islam memasukkan ajaran-ajaran Islam dan dakwah didalamnya, seperti contoh kecilnya wayang kulit dan sekaten. Hal tersebut patut dilestarikan karena didalamnya mengandung unsur agamis dan dalam langkah-langkah persebarannya, Islam menggunakan pendekatan yang bijak dan tanpa kekerasan.

3. Seberapa pentingkah kita (baca; Masyarakat) mendalami Tradisi Jawa?

Sebelumnya perlu digarisbawahi, tradisi atau budaya yang dilaksanakan tidak akan terlaksana jika tanpa dukungan dari masyarakat luas. Maka, kalau ditanya tentang seberapa penting, maka jawabanya ada pada generasi mendatang atau responinasi masyarakat terhadap pentingnya sebuah tradisi. Kecuali masyarakat mendalami, masyarakat juga dituntut untuk mengajarkan nilai-nilai yang ada dalam satuan tradisi atau budaya, jangan sampai berlanjut tingkat ketidaktahuan kita mengenai tradisi maupun budaya yang telah terlaksana dalam keseharian kita.

4. Seperti apakah harapan Bapak kepada masyarakat dalam menggunakan tradisi jawa yang baik? 

Kalau saya secara pribadi mempunyai harapan bahwasanya dalam pelaksanaan tradisi atau budaya hendaknya diketahui seluk beluk tradisi atau budaya itu sendiri. Karena  tradisi atau budaya yang baik adalah yang tidak bertentangan dengan Agama dan kultur masyarakat yang ada. Kembali lagi ke personal individu dan juga kepada masyarakat pada umumnya. Maka kita harus menyadarkan masyarakat akan pentingnya tradisi atau budaya karena dengan ber-tradisi maupun ber-budaya kita dapat mengambil nilai atau manfaat yang ada sehingga dapat kita aplikasikan dalam ber-masyarakat, berbangsa dan bernegara.

5. Apa pesan Bapak kepada kita (baca; Pelajar) untuk menjaga kelestarian Tradisi kita?

Kepada pelajar, jagalah tradisi atau budaya yang kita miliki, jadilah pelajar yang peduli terhdap tradisi atau budaya yang kita miliki, karena generasi muda adalah bibit penggali, penyangga, penjaga, pelestari nilai-nilai ajaran yang sangat menentukan dimasa mendatang. Jangan sampai tradisi atau budaya kita tergadaikan dengan budaya dari luar yang notabenenya kita terkadang masih menggelengkan kepala jika ditanya mengenai sumberitas kemaslahatanya. Alangkah baiknya, tradisi atau budaya yang ada pada tanah air kita gali dan kita tingkatkan! Sehingga tradisi atau budaya yang kita miliki tidak kalah dengan budaya dari luar!

Reported by : Fahmi, Cholil, Amin Zhn/Insyaet
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2013. el-Insyaet Online - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger | Thanks to Mas Templates and Cara Gampang