el-Insyaet Online - Religius adalah kata yang mungkin tepat untuk menggambarkan berbagai macam tradisi jawa yang mengandung unsur agamis di dalamnya. Kita sebagai kaum terpelajar hendaknya mempelajari lebih jauh apa dan bagaimana tradisi sehingga dipribumisasi-kan, seperti apa dan bagaimana tradisi yang semestinya, lanjut dengan bagaimana mentradisikan budaya yang sesuai dengan akidah agama Islam. Kita harus belajar dari sekarang, sehingga kelak nantinya kita tidak termasuk dalam tipu muslihat duniawi yang semakin menggerilya seperti dewasa ini.
Proses Islamisasi di Jawa sebagai salah satu hal yang cukup penting yaitu lahirnya unsur tradisi keagamaan pelajar (dalam hal ini pelajar disebut sebagai santri.red) dalam kehidupan sosio-kultural masyarakat Jawa. Tradisi keagamaan santri ini bersamaan dengan unsur pesantren dan kyai sebagaimana telah menjadi inti terbentuknya tradisi besar (Great Tradition) Islam di Jawa yang pada hakekatnya merupakan hasil akulturasi antara tradisi Islam dan tradisi pra-Islam di Jawa atau dikenal dengan masa Hindu-Budha.
Meminjam perkataan HJ. Benda yang menyebutkan bahwa proses islamisasi di Jawa telah melahirkan santri civilization (peradaban santri), yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama, masyarakat, dan politik. Sementara itu, Clifford Geertz memandang memandang kehadiran Islam di Jawa telah menyebabkan terbentuknya varian sosio-kultural masyarakat Islam di Jawa yang disebut santri, hal inilah yang membedakan-nya dengan tradisi sosio-kultural lainnya, yaitu Abangan dan Priyayi.
Penandaan Tradisi sosio-kultural santri diwujudkan dengan perilaku ketaatan para pendukungnya dalam menjalankan ibadah agama Islam yang sesuai dengan ajaran syari'at agama. Sementara itu, tradisi Abangan, menandai dengan orientasi kehidupan sosio-kultural yang berakar pada tradisi mistisisme pra-Hindu, dan tradisi Priyayi lebih ditandai dengan orientasi kehidupan yang berakar pada tradisi aristokrasi Hindu-Jawa. Sehingga banyak memunculkan mitos-mitos yang sering menjadi pembahasan menarik dalam keseharian kita.
Dalam sejarah perkembangan tradisi Islam atau budaya di Indonesia tentu tidak lepas dari istilah santri. Kita patut berkaca kepada Walisongo, Ulama' dan Kyai yang notaben mereka adalah sebagai santri yang disebut sukses membumikan Islam dengan akulturasi. Mahal sekali nilai-nilai yang terkandung di dalam pengajaran visual maupun tekstual yang sering kita dapatkan dari mereka, sehingga diharapkan kita dapat lebih dewasa dalam menghadapi proses globalisasi di dunia ini.
Seperti contoh masjid Agung Demak, bangunan sejarah tersebut adalah contoh konkrit dari upaya rekonsiliasi atau akomodasi karakter dinamis, elastis dan akomodatif dengan budaya lokal, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam diri Islam.
Ranggon atau atap Masjid Agung Demak yang berlapis pada masa tersebut diambil dari konsep 'Meru' dari masa pra Islam (Hindu-Budha) yang terdiri dari sembilan susun. Maka kemudian Raden Syahid (baca; Sunan Kalijaga) memotongnya menjadi tiga susun saja, hal ini melambangkan tiga tahap keberagamaan seorang muslim; iman, Islam dan ihsan. Dengan sedikit penjelasan bahwasanya pada mulanya, seseorang baru beriman saja, lalu kemudian seseorang itu melaksanakan Islam ketika telah menyadari pentingnya syariat. Barulah seseorang memasuki tingkat yang lebih tinggi lagi (ihsan) dengan jalan mendalami tasawuf, hakikat dan makrifat. (Abdurrahman Wahid, Islam Indonesia, Menatap Masa Depan, Jakarta: P3M, 1989,)
Banyak lagi tradisi-tradisi jawa yang mempunyai karakteristik nilai yang mendalam seperti hal tersebut. Seperti halnya peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang diadakan di daerah Surakarta/Ngayogjokarto yang kini akrab disebut dengan istilah sekatenan.
Kita sebagai pelajar harus belajar mengenai tradisi-tradisi kita sendiri, unsur manfaat dan asal-usul tradisi kiranya juga patut ditonjolkan. Sehingga senantiasa menganak pinak dari generasi ke generasi dan tidak terjadi unsur kesalahfahaman dalam mengartikan tradisi atau budaya yang akhirnya mempengaruhi akidah kita.
Oleh : Syarifuddin Fahmi , Siswa Kelas XI IPA 1 MA NU TBS Kudus
Oleh : Syarifuddin Fahmi , Siswa Kelas XI IPA 1 MA NU TBS Kudus
Posting Komentar